Judul : Cerita dari Digul
Penyunting : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan : IV, 2015
Ukuran : 14 cm x 21 cm
Tebal : xxiv + 320 halaman
ISBN : 978-979-91-0952-1
Buku
Cerita dari Digul menceritakan kehidupan lima penulis selama pengasingan di Digul. Buku ini disunting
Pramoedya Ananta Toer. Kepedulian Pram terhadap kisah kehidupan di Digul membuatnya berusaha mencari dan menerbitkan kumpulan cerita tersebut
dalam sebuah buku.
Ada
lima cerita yang ditampilkan dalam buku ini: Rustam Digulist karya D.E Manu Turoe, Darah dan Air Mata di Boven Digul karya Oen Bo Tik, Pandu Anak Buangan karya Abdoe’lXarim, Antara Hidup dan Mati atau Buron dari Boven karya Wiranta (eks
Digulist), serta Minggat dari Digul (anonim).
Dalam
pengantarnya, Pram menjelaskan bahwa ia ingin menyuguhkan semua tulisan para pengarang yang pernah hidup
di Digul. Akan tetapi, ada naskah asli yang ditulis dalam bahasa Belanda,
sementara yang dikumpulkan adalah naskah asli yang berbahasa Indonesia.
Keberadaan Digul (biasa disebut Boven Digul atau Tanah Merah) jarang diketahui
masyarakat Indonesia. Boven Digul merupakan nama wilayah pembuangan tokoh politik pada masa Kolonial di Papua. Tempat ini merupakan daerah pembuangan para pemberontak masa
penjajahan Belanda yang dibuka pada awal 1927. Masyarakat yang dianggap mengancam
dan memberontak Belanda dibuang ke tempat ini. Banyak anggota komunis
diasingkan bersama seluruh anggota keluarganya di Digul.
Dalam
Darah dan Air Mata di Boven Digul,
seorang tokoh bernama Haji Barmawi meceritakan kisah hidupnya hingga ia
ditangkap sebagai komunis. Semasa muda, Haji Barmawi bergelimang harta dan hidup berfoya-foya. Ia juga memiliki tiga istri. Haji Barmawi tidak
peduli dengan perasaan ketiga istrinya karena merasa sanggup menafkahi
mereka.
Suatu
hari Haji Barmawi murka karena istri mudanya berselingkuh saat ia menunaikan
ibadah haji bersama istri pertamanya. Haji Barmawi malu dengan kelakuan istri
mudanya. Namun, ia menjadi sadar ketika mendengar pengakuan istri mudanya. Ia
bersedia dinikiahi Haji Barmawi karena harta dan kekuasaannya. Tersadarlah Haji
Barmawi bahwa ia sudah menghancurkan kehidupan ketiga istrinya demi hawa
nafsunya. Selama ini dia tidak memedulikan perasaan orang lain. Haji Barmawi selalu
menganggap tindakannya itu benar dan sesuai dengan ajaran agama tanpa memahami
secara mendalam arti dari isi ajaran tersebut.
Penyesalan
yang begitu mendalam membuat Haji Barmawi jemu pada diri sendiri hingga hampir
gila. Ketika gerakan komunis muncul, Haji Barmawi masuk ke dalam kelompok itu sebab
pikirannya sedang kacau. Setelahnya, ia terhibur dan merasa sebagai pahlawan
suci karena telah berbuat baik kepada anggota komunis lainnya.
Melalui
kelima kisah dalam buku ini, para penulis memberikan cerita mengenai alasan
mereka dibuang ke Digul, kehidupan keras yang mereka alami, juga pelarian
beberapa orang dari tempat tersebut. Meskipun disajikan dengan menggunakan
ejaan lama serta beberapa kata dalam bahasa Belanda, Jawa, serta Papua, buku
menginspirasi ini mampu memberikan pengetahuan baru mengenai kehidupan
masyarakat Indonesia di tempat pembuangan Boven Digul pada masa itu.
SVT
No comments:
Post a Comment