Sunday, December 13, 2015

Digul: Sebuah Nama, Seribu Cerita

bukubukularis.com

Judul               : Cerita dari Digul
Penyunting      : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit           : Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan           : IV, 2015
Ukuran            : 14 cm x 21 cm
Tebal               : xxiv + 320 halaman
ISBN               : 978-979-91-0952-1

Buku Cerita dari Digul menceritakan kehidupan lima penulis selama pengasingan di Digul. Buku ini disunting Pramoedya Ananta Toer. Kepedulian Pram terhadap kisah kehidupan di Digul membuatnya berusaha mencari dan menerbitkan kumpulan cerita tersebut dalam sebuah buku.

Ada lima cerita yang ditampilkan dalam buku ini: Rustam Digulist karya D.E Manu Turoe, Darah dan Air Mata di Boven Digul karya Oen Bo Tik, Pandu Anak Buangan karya Abdoe’lXarim, Antara Hidup dan Mati atau Buron dari Boven karya Wiranta (eks Digulist), serta Minggat dari Digul (anonim).

Dalam pengantarnya, Pram menjelaskan bahwa ia ingin menyuguhkan semua tulisan para pengarang yang pernah hidup di Digul. Akan tetapi, ada naskah asli yang ditulis dalam bahasa Belanda, sementara yang dikumpulkan adalah naskah asli yang berbahasa Indonesia.

Keberadaan Digul (biasa disebut Boven Digul atau Tanah Merah) jarang diketahui masyarakat Indonesia. Boven Digul merupakan nama wilayah pembuangan tokoh politik pada masa Kolonial di Papua. Tempat ini merupakan daerah pembuangan para pemberontak masa penjajahan Belanda yang dibuka pada awal 1927. Masyarakat yang dianggap mengancam dan memberontak Belanda dibuang ke tempat ini. Banyak anggota komunis diasingkan bersama seluruh anggota keluarganya di Digul.

Dalam Darah dan Air Mata di Boven Digul, seorang tokoh bernama Haji Barmawi meceritakan kisah hidupnya hingga ia ditangkap sebagai komunis. Semasa muda, Haji Barmawi bergelimang harta dan hidup berfoya-foya. Ia juga memiliki tiga istri. Haji Barmawi tidak peduli dengan perasaan ketiga istrinya karena merasa sanggup menafkahi mereka.

Suatu hari Haji Barmawi murka karena istri mudanya berselingkuh saat ia menunaikan ibadah haji bersama istri pertamanya. Haji Barmawi malu dengan kelakuan istri mudanya. Namun, ia menjadi sadar ketika mendengar pengakuan istri mudanya. Ia bersedia dinikiahi Haji Barmawi karena harta dan kekuasaannya. Tersadarlah Haji Barmawi bahwa ia sudah menghancurkan kehidupan ketiga istrinya demi hawa nafsunya. Selama ini dia tidak memedulikan perasaan orang lain. Haji Barmawi selalu menganggap tindakannya itu benar dan sesuai dengan ajaran agama tanpa memahami secara mendalam arti dari isi ajaran tersebut.

Penyesalan yang begitu mendalam membuat Haji Barmawi jemu pada diri sendiri hingga hampir gila. Ketika gerakan komunis muncul, Haji Barmawi masuk ke dalam kelompok itu sebab pikirannya sedang kacau. Setelahnya, ia terhibur dan merasa sebagai pahlawan suci karena telah berbuat baik kepada anggota komunis lainnya.

Melalui kelima kisah dalam buku ini, para penulis memberikan cerita mengenai alasan mereka dibuang ke Digul, kehidupan keras yang mereka alami, juga pelarian beberapa orang dari tempat tersebut. Meskipun disajikan dengan menggunakan ejaan lama serta beberapa kata dalam bahasa Belanda, Jawa, serta Papua, buku menginspirasi ini mampu memberikan pengetahuan baru mengenai kehidupan masyarakat Indonesia di tempat pembuangan Boven Digul pada masa itu.

SVT

No comments:

Post a Comment